
Jakarta – KabarTerkiniNews – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menutup sebanyak 2.500 kanal tunjangan online (pinjol) ilegal sepanjang 2024. Namun ternyata proses pemberantasannya tidaklah mudah, lantaran Pinjol Ilegal gres terus bermunculan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menilai, salah satu halangan dalam proses pembasmian pinjol ini yakni lantaran seringkali asal server-nya dari luar negeri.
“Tahun 2024 itu paling nggak sekitar 2.500 Pinjol Ilegal ditutup. Muncul lagi, timbul lagi, lantaran ya di dunia maya dan seringkali juga server-nya di luar negeri,” kata Mirza, dalam program Digital Economic Forum di Sopo Del Tower Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Seiring dengan berkembangnya stigma negatif wacana pinjol, alhasil OJK menjalankan rebranding dengan mengubah penggunaan perumpamaan pinjol legal menjadi tunjangan daring (pindar).
“OJK kini menjalankan rebranding untuk bahasa Indonesianya ya, P2P lending, teman-teman sering kini menyebutnya pinjol, kami menjalankan rebranding pindar, tunjangan daring. Makara yang resmi itu pindar, yang ilegal itu pinjol,” ujarnya.
Menurutnya, pindar memiliki tugas strategis untuk membuka saluran keuangan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan penduduk yang kesusahan memperoleh saluran pembiayaan dari perbankan (unbankable).
Saat ini total ada 97 perusahaan pindar beroperasi di Indonesia. Mereka sudah sukses menyalurkan pembiayaan, dengan outstanding-nya Rp 77 triliun di Desember 2024 atau berkembang 29%.
Di segi lain, Mirza juga menyinari wacana banyaknya penduduk dengan tingkat literasi keuangan digital yang rendah. Tidak semua pengguna mengetahui risiko dibalik layanan keuangan yang mereka gunakan, sehingga tak sedikit yang terjebak dalam transaksi Pinjol Ilegal berisiko tinggi.
“Kita menyaksikan fenomena yang mencemaskan di kelompok masyarakat, utamanya generasi muda yang condong konsumtif dan kurang memikirkan dampak jangka panjang dari keputusan finansial mereka. Tawaran tunjangan online ilegal yang terlihat menggiurkan justru menjadi jebakan yang menyibukkan dihindari,” kata dia.
Menurut Mirza, banyak dari pengguna Pinjol Ilegal yang dimanfaatkan untuk acara yang tidak produktif bahkan digunakan untuk bermain judi online (judol). Adapun pada biasanya penduduk yang terjebak judol ini berasal dari kelompok penduduk bawah dan kemungkinannya dari generasi muda.
OJK mengharapkan, penduduk sanggup lebih bijak dalam mempergunakan layanan tersebut. Apalagi mengingat adanya korelasi sikap pengguna dengan data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).